Rabu, 31 Mei 2017

Tolak Kriminalisasi Ulama


"Kan bisa saja dalam hati kecil Bapak Ibu, nggak pilih saya karena dibohongi pakai Surat Al Maidah 51 macam-macam itu. Itu hak Bapak Ibu. Kalau Bapak Ibu merasa nggak bisa pilih karena takut masuk neraka, dibodohin, begitu, oh nggak apa-apa, karena ini panggilan pribadi Bapak Ibu" - Basuki Tjahaja Purnama (Ahok)
Di era pergolakan informasi ini, seakan tidak bisa dibendung upaya fitnah oleh pihak yang merasa terganggu kepentingannya. Masyarakat terus menerus diseret kepada permainan opini yang dikemas sedemikian apik dan cantik.
Aksi Tolak Penistaan Agama Sukses
Tepat tanggal 27 September 2016 lalu di Kepulauan Seribu, di tengah pidatonya,  Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama Alias Ahok melontarkan pernyataan yang melecehkan kitab suci Al Quran. Hari itu menjadi awal momentum bergeraknya Umat Islam di seluruh penjuru Negeri. Bermula dari seorang Netizen bernama Buni Yani yang mengunggah ulang video pidato Ahok yang mengandung unsur penistaan agama itu di halaman Facebook miliknya pada 6 Oktober 2016 lalu. Kemudian ditonton dan tersebar massif dan sangat menyulut emosi Umat Islam.
Tidak rela kitab suci dan ulamanya dihina, massa Umat Islam bangkit dengan berbagai aksi agar pernyataan Ahok diproses secara konstitusi. Pada 14 Oktober 2016, ribuan massa berunjuk rasa di depan Balai Kota DKI Jakarta menuntut penyelidikan atas kasus penistaan agama oleh Ahok. Aksi Tolak Penistaan Agama tidak berhenti sampai disitu, umat Islam dengan massa yang lebih besar kembali melakukan aksi jilid dua pada 4 November 2016 atau yang lebih dikenal aksi damai 411. Penyelidikan mulai intensif dilakukan dengan memanggil saksi dari para pelapor dan pihak terlapor. Pada 15 November 2016, dilakukan gelar perkara secara terbuka terbatas untuk menentukan status hukum bagi Ahok.
Pada 16 November 2016, kepolisian menetapkan Ahok sebagai tersangka kasus penistaan agama. Tiga hari kemudian sekelompok massa mengadakan Parade Bhineka Tunggal Ika di Jakarta. Parade ini disebut-sebut sebagai aksi tandingan dari aksi bela Islam. Mereka mengaku tujuan parade ini ialah mengingatkan kembali hakikat berbangsa dan mengajak masyarakat agar membebaskan diri dari isu SARA yang sedang berkembang. Tanggal 2 Desember 2016 umat Islam kembali mengadakan aksi super damai 212 dengan massa membludak hingga 7 juta orang. “Kalau tidak ada aksi bela Islam I, Ahok tidak diproses. Kalau tidak ada aksi bela Islam II, Ahok tidak jadi tersangka. Kalau tidak ada aksi bela Islam III, pengadilan Ahok tidak akan digelar,” ujar Habib Rizieq Syihab.
Pengukuhan Habib Rizieq Sebagai Imam Besar Umat Islam dan Upaya Delegitimasi
Setelah suksesnya 3 aksi bela Islam, Persaudaran Muslimin Indonesia (Parmusi), dalam Rapat Koordinasi Nasional (Rakornas) di Jakarta pada 17-20 Desember 2016  lalu, mengusulkan kepada seluruh komponen Umat Islam agar menetapkan Habib Rizieq sebagai Imam Besar Nasional. Pasalnya, Habib Rizieq adalah sosok terdepan dalam aksi-aksi ini.
Kemudian dilansir oleh situs resmi (Nahdlatul Ulama) NU Garis Lurus, KH. Jakfar Shadiq menegaskan mendukung dinobatkannya Habib Rizieq sebagai Imam Besar Umat Islam Indonesia. Ketua Umum Pengurus Pusat Gerakan Pemuda (PP GP) Ansor Garis Lurus tersebut menyebutkan 3 alasan atas dukungannya itu. Pertama, Habib Rizieq berhasil menyatukan dan membangkitkan Umat Islam. Kedua, Ia adalah Ahlus Sunnah Wal Jamaah. Ketiga, Ia adalah ulama sekaligus habaib,” ujarnya.
Selama ini kita mengenal sosok Habib Rizieq sebagai ulama yang tegas dan keras dalam memperjuangkan kehormatan Islam. Bersama Front Pembela Islam (FPI), ia juga banyak berkontribusi dalam berbagai kegiatan sosial. Salah satunya dalam penanggulangan bencana Tsunami di Aceh 2004 silam. Pada beberapa Tabligh Akbar Habib Rizieq di berbagai daerah seperti Bandung, Aceh, Medan, Palembang, dan Nusa Tenggara Barat (NTB), jamaah membludak hingga puluhan ribu.
Beberapa waktu kemudian, beredar di media sosial surat pernyataan dukungan pengangkatan Habib Rizieq sebagai Imam Besar Umat Islam. Isi surat itu mencantumkan nama, jabatan dan alamat. Serta pernyataan kesepakatan atas pengangkatan Habib Rizieq sebagai Imam Besar Umat Islam Indonesia dan berjanji setia atas perintah dan larangannya sesuai dengan syariat. Tertanggal 4 Januari 2017 yang dibuat di Pandeglang Banten. Setelah itu muncul  berbagai penolakan atas pengukuhan Habib Rizieq sebagai Imam Besar Nasional. Bahkan lagi-lagi sekelompok minoritas meminta FPI dibubarkan.

Serangan Balik: Upaya Penolakan Ustaz Tengku Zulkarnain                       
            Suksesnya sejumlah aksi bela Islam, ternyata membuat beberapa pihak merasa gerah. Berangsur-angsur setelah aksi yang sangat damai, para tokoh ulama mulai dilempari beragam fitnah, penolakan dan jerat hukum. Tanggal 19 Januari 2017, Gerakan Pemuda (GP) Ansor Bangka Belitung (Babel) menyampaikan penolakan kedatangan Imam Besar FPI, Habib Rizieq di wilayahnya, karena dinilai merusak keutuhan Bangsa dan kerukunan umat beragama.
Namun berbagai ormas dan ulama mendesak GP Ansor Babel agar meminta maaf dan mencabut pernyataan yang dinilai telah menghina ulama dan menyinggung perasaan muslim. Bahkan kantornya diserbu massa atas penolakan terhadap Habib Rizieq. Akhirnya pada tanggal 21 Januari 2017, Ketua GP Ansor Babel, Masmuni meminta permohonan maaf  kepada seluruh umat Muslim atas pernyataannya yang meresahkan. “Kalau ada yang terganggu dengan adanya pernyataan beberapa hari lalu sekali lagi kami minta maaf sebesar-besarnya kepada seluruh umat Islam,” ujarnya.
Tidak hanya itu, upaya penolakan pun ditujukan kepada Ustaz Tengku Zulkarnain Wasekjen Majelis Ulama Indonesia (MUI) yang notabene bukan pengurus FPI. Ia ditolak di Sintang Kalimantan Barat dan Banjarmasin. Ia dihadang oleh puluhan pemuda Dayak yang mengacung-acungkan senjata tradisional di Bandara Sintang ketika ia baru mendarat dari pesawat terbang. Padahal, kedatangan Tengku Zulkarnain ialah atas undangan resmi Bupati Sintang.
Disebutkan, Ustaz Tengku ditolak kedatangannya bukan karena lembaga MUI-nya, tetapi mereka menuduh Ustaz Tengku pernah menghina Suku Dayak melalui media sosial dengan mengatakan warga suku Dayak kafir, tidak pantas masuk surga dan bahkan lebih buruk dari binatang. Semua tuduhan itu dibantah oleh Ustaz Tengku, “Kapan saya ngomong begitu. Kalau ada dimana, kapan, screenshot. Kalau ada di YouTube kasih polisi,” tantangnya. 
Kriminalisasi Ulama: Habib Rizieq Dilaporkan Atas Beberapa Kasus
            Realita yang sangat miris saat ulama yang Rasulullah sebut sebagai pewaris Nabi, namun terus dikorek kesalahannya, dizalimi dan dikriminalisasi. “Semut terinjak pun Habib Rizieq bisa disalahkan dan dilaporkan”. Berdasarkan informasi yang dilansir oleh liputan6.com, Habib Rizieq dilaporkan dengan berbagai rentetan jerat hukum. Diantaranya ialah, pada Bulan Oktober 2016, ia dilaporkan ke Kepolisian Daerah Jawa Barat (Polda Jabar) oleh puteri biologis Soekarno, Sukmawati Soekarnoputri atas kasus pelecehan Pancasila. Habib Rizieq mengatakan bahwa “Pancasila Soekarno ketuhanan ada di pantat, sedangkan Pancasila piagam Jakarta ketuhanan ada di kepala”. Padahal video itu telah beredar di Youtube sejak 2 tahun silam.
Lalu pada Desember 2016, Forum Mahasiswa-Pemuda Lintas Agama (Rumah Pelita) melaporkan Habib Rizieq ke Polda Metro Jaya terkait video viral ceramahnya di Pondok Kelapa, Duren Sawit, Jakarta Timur, ia mengatakan, “Kalau Tuhan itu beranak, terus bidannya siapa?”. Atas perkataan itu ia dilaporkan dengan tuduhan penistaan agama dan penyebaran kebencian berbau SARA. Tidak berhenti disitu, Habib Rizieq bertubi-tubi dilaporkan oleh berbagai pihak.
Pada Januari 2017, dari mulai kasus Penghinaan Kapolda Metro Jaya dan Profesi Hansip, “Pangkat Jenderal otak Hansip”. Kemudian Solidaritas Merah Putih (Solmet) melaporkan Habib Rizieq ke Polda Metro Jaya soal logo palu arit pada mata uang baru. Sampai tuduhan penyebaran konten berbau pornografi. Bahkan, Munarman sebagai juru bicara FPI dilaporkan ke Polda Bali atas tuduhan memfitnah Pecalang di Bali dan saat ini statusnya diangkat menjadi tersangka.
Penyerangan GMBI Terhadap Laskar FPI
            Tidak cukup berusaha menzalimi secara emosional dan psikis dengan berbagai tuduhan, ulama pun mulai dizalimi secara fisik. Tanggal 12 Januari 2017, gerombolan preman dibawah binaan Kapolda Jabar, Irjen Pol Anton Charliyan yaitu Gerakan Masyarakat Bawah Indonesia (GMBI), mereka menyerang Laskar FPI saat pulang usai mengawal pemeriksaan Habib Rizieq atas laporan dugaan pelecehan Pancasila di Mapolda Jabar. Awalnya, ribuan massa dari masyarakat Muslim Jabar dan perwakilan berbagai ormas, tengah mengawal pemeriksaan Habib Rizieq.
Mereka nampak memenuhi jalan masuk pintu Mapolda Jabar. Selama pemeriksaan berlangsung, mereka silih berganti menaiki panggung orasi.“Kalau yang dilaporkan orang Islam apalagi ulama, semangat betul polisi menanganinya. Tetapi ketika yang dilaporkan politisi apalagi seorang pejabat lambat betul polisi memanggilnya,” ujar salah satu orator. Sementara itu, tidak jauh dari massa ormas Islam, ratusan massa yang tergabung dalam elemen GMBI juga melakukan orasi. GMBI dalam orasinya dinilai mendukung kepolisian atas pemeriksaan Habib Rizieq. Akibatnya dua kubu itu beberapa kali sempat terprovokasi, namun aparat kepolisian yang menjaga dan siaga berhasil meredam.
Sore harinya, usai Habib Rizieq pulang dan keluar, umat ikut mengiringi. Sayangnya, sebagian rombongan yang tertinggal diserang oleh GMBI dari belakang. Sebuah mobil mini bus yang ditumpangi oleh rombongan FPI dengan nomor polisi F 1441 GO, kondisi kaca belakang pecah karena dirusak. Tak hanya itu, seorang laskar yang menjadi pengemudi mobil tersebut luka di kepala, dengan darah mengucur. Habib Umar dikeroyok oleh 7 orang dan dihajar pakai balok sampai patah tulang.
Beragam Fitnah Terhadap Ustaz Bachtiar Nasir
            Kebenaran tidak pernah relatif. Mau mereka coba aduk sedemikian rupa agar terlihat salah, kebenaran tetaplah kebenaran. Bahkan kalau ia berusaha ditenggelamkan, kebenaran akan muncul ke permukaan yang mutlak akan selalu ramai diperjuangkan. Gejolak informasi hari ini memberikan buktinya. Pergolakan fitnah lebih keji, tapi publik semakin cerdas dan skeptis. Sastrawan Taufik Ismail mengatakan bahwa Fitnah dan Kriminalisasi Ulama mirip cara PKI Tahun 60-an.
Fitnah terus bergilir, kali ini Ketua Umum Gerakan Nasional Pengawal Fatwa Majelis Ulama Indonesia (GNPF MUI), Ustaz Bachtiar Nasir mendapat gilirannya. Ia dituduh terkait penyaluran dana kepada kelompok pemberontak di Aleppo, Suriah. Bermula dari tersebarnya foto Ustaz Bachtiar Nasir yang mengenakan kaos bertuliskan Indonesian Humanitarian Relief  Foundation (IHR). Sekaligus beredar fitnah yang dialamatkan kepada IHR yang merupakan lembaga kemanusian untuk membantu warga Suriah. Namun, seolah terkesan bantuan kemanusiaan dari masyarakat Indonesia justru mengalir kepada para pemberontak di Suriah.
Menurut Manthori Direktur IHR yang dikutip dari Islamic News Agency (INA), mengatakan bahwa arus fitnah ini bukan barang baru. Upaya propaganda serupa sudah lama dilakukan melalui akun-akun facebook. “Polanya sama, salah satunya adalah membunuh karakter NGO-NGO kemanusiaan yang selama ini bersama-sama ormas Islam, ulama dan aktivis kemanusiaan,” ujarnya.
Cakram fitnah masih ditujukan kepada Ustaz Bahtiar Nasir. Pada 1 Februari 2017 lalu, Ustaz Bachtiar bersama Habib Rizieq dan Munarman memenuhi panggilan di Polda Metro Jaya sebagai saksi kasus makar sebelum Aksi Bela Islam 411 lalu. Terkait pertemuannya bersama para tersangka makar di Universitas Bung Karno (UBK), Habib Rizieq menyatakan bahwa benar Rachmawati Soekarnoputri pernah ke rumahnya dan sebaliknya. Namun sama sekali tidak membicarakan rencana aksi makar. Sedangkan Ustaz Bachtiar Nasir mengakui hadir hanya untuk memenuhi undangan panitia sebagai pembicara dalam acara haul Bung Karno.
Beberapa hari kemudian, tanggal 10 Februari 2017 Ustaz Bachtiar Nasir memenuhi panggilan Bareskrim Polri sebagai saksi dugaan kasus Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) Yayasan Keadilan untuk Semua, yang kebetulan dipakai untuk menampung sumbangan masyarakat dalam Aksi Bela Islam II dan III. Namun Kapitra Ampera, Kuasa Hukum Ustaz Bachtiar Nasir menyangkal dugaan itu dengan mengatakan bahwa Ustaz Bachtiar Nasir tidak ada hubungan dengan Yayasan tersebut. “Dia bukan pendiri, bukan pembina, bukan pengawas dan dia tidak masuk dalam struktur kepengurusan yayasan”, terangnya kepada awak media.
MUI Disebut Anti Kebhinekaan oleh Kapolri
            Bukan hanya ke FPI dan Habib Rizieq sebagai sasaran utama penyerangan, serangan juga ditujukan ke MUI. Kapolri Jendral Pol Tito Karnavian mengatakan kepada awak media bahwa Fatwa MUI disebut sebagai Anti Kebhinekaan. Tito menilai fatwa MUI akhir-akhir ini berpotensi menimbulkan gangguan pada stabilitas keamanan Nasional. Hal itu ia sampaikan dalam diskusi yang bertajuk Fatwa MUI dan Hukum Positif di Perguruan Tinggi Ilmu Kepolisian (PTIK) pada 17 Januari 2017 lalu.
Tito yang saat itu menjadi keynote speaker berpendapat bahwa Fatwa larangan penggunaan atribut Natal bagi karyawan beragama Islam yang kemudian memicu berbagai aksi dan tindakan kekerasan beberapa pihak yang melakukan sosialisasi di ruang publik, menunjukan fatwa MUI bukan lagi dianggap pandangan halal atau haram. Tapi belakangan menjadi ancaman bagi keberagaman dan kebhinekaan.
Kasus lainnya, Tito menyebut soal Fatwa MUI yang mengatakan Ahok menistakan Al Quran dan ulama. Menurut Tito, Fatwa tersebut berpotensi menimbulkan gerakan mobilisasi gerakan GNPF MUI. Serta memicu pembentukkan opini masyarakat yang kemudian muncullah gerakan aksi 411 dan 212. Tito menilai aksi tersebut banyak terpengaruh dari sikap MUI dalam beberapa fatwanya.
Selain itu, Tito juga menegaskan bahwa fatwa MUI bukanlah hukum positif di Indonesia yang mutlak harus ditegakkan. “Meski GNPF MUI berhasil memobilisasi massa dalam aksi damai 212 dengan aman dan tanpa kericuhan. Tapi aksi tersebut menunjukkan adanya gerakan yang mengarah pada intoleransi yang bertentangan dengan semangat kebhinekaan. Meski aksi 212 aman, tapi membuka wacana baru tergerusnya mainstream Islam, menaikkan transnasional yang kurang pas dengan situasi kebhinekaan”, ujarnya.
Namun, KH. Ma’ruf Amin Ketua Umum MUI Pusat menyayangkan sikap yang ditunjukkan Kapolri atas fatwa yang dikeluarkan MUI terkait larangan memakai atribut Natal bagi karyawan Muslim. KH. Ma’ruf Amin mengatakan seharusnya pihak kepolisian membantu melaksanakan apa yang difatwakan MUI dalam rangka memberikan perlindungan dan mencegah terjadinya pemaksaan-pemaksaan.
Ia juga menilai sikap Kapolri berpotensi memicu terjadinya konflik yang justru merusak kebhinekaan dan member kesan bahwa MUI tidak punya sikap toleransi dalam beragama. “Memang fatwa MUI itu bukan hukum positif, tetapi bisa dijadikan dasar untuk diregulasikan dan dipositifisasi yang kemudian menjadi aturan yang formal. Bahkan kalau bisa dijadikan aturan dalam undang-undang agar tidak terjadi konflik beragama dalam masyarakat”, tuturnya.

*Note: Sebagian besar kutipan diambil dari video Youtube dan suara-islam.com. 
*Late Post

Kiprah API Jabar Memperjuangkan Keadilan

Kerua API Jabar Asep Syaripudin

Meresapi Arti Perjuangan

Hari itu adalah tepat hari dimana sidang ke-13 kasus penodaan agama Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok digelar. Kelopak mata ini rasanya tidak bisa diangkat terlalu tinggi, mengingat panas sangat terik menembus hingga ke tulang. Barangkali ini yang dinamakan ujian perjuangan, karena mungkin setiap bulir keringat perjuangan membela agama Allah akan menjadi saksi di hari perhitungan. Sejak pagi, ratusan massa kontra Ahok masih berorasi. Pantulan suaranya menyeruak hingga ke langit-langit Gedung Kementrian Pertanian (Kementan), Pasar Minggu Jakarta Selatan, (7/3/2017). Tujuan mereka ialah menyerukan agar Ahok segera ditahan atas perbuatannya yang telah melecehkan Al Quran dan Ulama. Rupanya sakit hati umat Islam belum sepenuhnya pulih sampai keadilan benar-benar ditegakkan. Bahwa bukankah memang sudah selayaknya Ahok dipenjarakan?

Berbagai macam elemen Organisasi Masyarakat (Ormas) merapat ke depan Gedung Kementan mengawal sidang Ahok yang rasanya terlalu berlarut-larut. Setiap pekan, mereka datang membawa panji-panji perjuangan dan semangat yang tidak pernah redam. Di antaranya ialah Aliansi Pergerakan Islam Jawa Barat (API Jabar) yang tidak pernah absen mengawal persidangan. Satu hari sebelum hari H, API Jabar telah mengumpulkan massa di Pusdai Jabar Bandung sekitar pukul 23.00 WIB. Kemudian mereka berangkat ke Ibu Kota dan turut serta melaksanakan Shalat Subuh berjamaah dan syuro di Masjid Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Sekitar pukul 09.00 WIB sidang digelar, sementara itu para ormas Islam tetap setia mengawal dari luar gedung. Satu per satu perwakilan ormas terus berorasi. Tidak peduli terik matahari membakar kulit, tidak peduli cucuran keringat melumuri setiap jarak pori-pori, tidak peduli kumpulan aparat mengawasi, dengan gagah berani mereka berteriak “Pen jara kan A hok!”.

Saat-saat itulah momen paling dramatis aparat kepolisian terus menjaga massa dengan kawat berduri hampir setinggi 1,5 meter. Sisi terbaiknya ialah agaknya massa tidak menguras energi terlalu banyak para polisi dengan tidak menerobos kawat berduri. Sisi menyakitkannya mungkin, perjuangan mengobati luka di hati umat justru dipagari dengan pagar yang sangat berpotensi melukai badan. Adakah terlihat dari wajah mereka berhasrat melukai luka? Inilah kekuatan luka umat yang dicederai oleh Ahok. Bahwa setiap huruf Al Quran yang dilecehkan menjadi jantung yang memompa darah semangat perjuangan mereka. Juga keadilan yang saat ini didambakan adalah detak dan detik yang terus bergerak dinamis.

Bagaimana API Jabar Bisa Lahir?

Masih ingat kasus perzinaan dan pornografi seorang musisi asal Bandung dengan dua aktris publik figur yang mencuat di media 6 tahun lalu? Juga menjadi yurisprudensi dan keputusan fenomenal dalam sejarah hukum di Indonesia, ada pasangan yang berzina suka sama suka tapi bisa dihukum. Tidak bermaksud memungut sisa-sisa ingatan aib itu tapi yang mungkin hampir luput dari ingatan, bahkan mungkin kita tidak tahu siapa superhero di baliknya. Bahwa API Jabar lah salah satu pihak yang ada di balik kesuksesan sidang kasus perzinaan itu. Mereka yang mengundang berbagai elemen, memberikan surat pemberitahuan kepada kepolisian, mengawal dua kali sidang setiap pekan menjelang vonis dan Alhamdulillah dengan forum itu, kemudian musisi ternama itu divonis 3,5 tahun.

Menjelang akhir sidang, berbagai elemen Ormas, mahasiswa sampai Organisasi Kepemudaan (OKP) melahirkan kesepahaman bersama untuk membentuk forum bersama yang kemudian diberi nama Aliansi Pergerakan Islam Jabar supaya lebih terkoordinir. Kemudian terpilih Ustaz Asep Syaripudin sebagai koordinatornya. Kelahiran API Jabar dari rahim Ibu Pertiwi membawa magnet azzam perjuangan umat Islam di Indonesia saat ini. Walaupun usianya masih sangat muda, jauh dibandingkan Front Pembela Islam (FPI) yang lahir sejak tahun 98, justru API lahir pada Bulan Muharram tahun 2011 silam.

Pergerakan API Jabar tidak berhenti sampai disini. Kiprahnya mengawal persidangan berlanjut pada kasus mempraperadilan Pemerintah Kota (Pemkot) Bekasi, pada tahun 2013. “Jadi di daerah Kranggan, Kecamatan Jatisampurna Bekasi, ada Gereja Kalamiring, gereja liar, kemudian mendapatkan Izin Mendirikan Bangunan (IMB) dari Pemkot Bekasi. Lalu masyarakat protes terhadap IMB itu dan mendaftarkan kasus tersebut ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN)  Bandung. Kemudian kita dampingi, setiap pekan sidangnya kita back up dari Bekasi. Sampai pada akhirnya PTUN Bandung membatalkan IMB yang diterbitkan Pemkot Bekasi”, ujar Ustaz Asep Syaripudin yang kami temui usai shalat dzuhur berjamaah di Masjid Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (7/3/2017).

Kenapa API Jabar Selalu Setia Mengawal Sidang Ahok?

Dari sisi mentalitas, API Jabar sudah memiliki pengalaman mengawal dua kali sidang kasus dan menang. Yang kedua, bahwa API ini menginginkan tegaknya Al Maidah Ayat 51 terutama di Kota Jakarta. API Jabar tidak main-main bahwa ending daripada perjuangan ini diharapkan minimal Ahok itu harus divonis penjara minimal 5 tahun, atas pelanggaran pasal 156a. “Jangankan 13 sidang, mau puluhan pun Insyaallah, kita akan hadir terus.”, tegas Ustaz Asep. Disebutkan bahwa jika dianggap perlu pada 19 April 2017 mendatang, API Jabar akan  membantu terkait pemenangan gubernur muslim putaran kedua di Jakarta.

Lahir sebagai forum gabungan dari berbagai ormas dan dibidani oleh sekitar 40 pergerakan Islam di Jabar, API mempunyai ide besar. Tidak hanya sebagai gerakan yang menyikapi kejadian-kejadian di masyarakat, API ingin membangun peradaban Islam di Jabar. Mengingat sebanyak 97% warga di Jabar adalah Muslim. Hal ini yang kemudian menjadikan Jabar sebagai basis sejumlah Gerakan Islam. Seperti yang kita tahu Partai Keadilan Sejahtera (PKS) yang basisnya di Depok Jabar. Kemudian Hizbut Tahrir yang basisnya di Bogor dan FPI dilahirkan di Petamburan tapi massa terbesarnya ada di Jabar. Nah, artinya bahwa respon masyarakat Jabar terhadap  gerakan Islam itu sangat bagus.

Hal ini yang membuat API berpikir untuk melahirkan gagasan secara kultural. Salah satunya ialah dengan merekrut laskar dan menjadikan masjid sebagai basis. Diawali dengan gerakan Shalat Subuh berjamaah, dan API mengklaim sudah melaksanakan gagasan Shalat Subuh berjamaah itu sebelum Gerakan Nasional Pengawal Fatwa Majelis Ulama Indonesia (GNPF MUI). “Kalau GNPF itu kan tanggal 12 Desember, kita sudah memprakarsai itu sejak 17 Agustus”, ujar Ustaz Asep. API bukan organisasi tingkat Jabar yang hanya ruang lingkupnya di Jawa Barat, tapi API adalah organisasi yang identitasnya di Jabar yang Insyaallah ikut bersama-sama mewujudkan Islam di seantero dunia. “Kan agendanya tsumma takuunu khilafatan ‘ala minhaaji nubuwwah. Jadi itu ide besarnya”, tutupnya sembari tersenyum.

Sidang Ahok masih berlanjut, tidak terprediksi kapan perjuangan mengobati luka umat ini berujung. Tapi satu yang mutlak, kata Hamka bahwa “Adil adalah menimbang yang sama berat, menyalahkan yang salah dan membenarkan yang benar”. Di tengah orasi ormas Islam yang diselingi takbir, tampak kubu pro Ahok berseragam kotak-kotak tidak kalah setia mengawal sidang Ahok. Beberapa kali mereka orasi diselingi musik pop dan etnik. Diperkirakan jarak keduanya 200 sampai 300 meter. Akhirnya kami mengerti kenapa polisi memagari mereka dengan kawat berduri. Walaupun tidak sepenuhnya berani menghampiri kubu kotak-kotak,  kami melalui kawasan mereka dan satu kekuatan luka bertambah saat mendengar mereka berteriak “Bubarkan FPI!”. 

*Late Post

Pages - Menu