-Mari Menggapai Dua
Cahaya-Nya-
“Barang siapa bertambah cahaya
ilmunya tapi tidak bertambah cahaya hidayah, niscaya ia hanya sedang berjalan
semakin jauh dari Allah” –Nasehat-
Dikisahkan suatu waktu Imam
Al-Syafi’i pernah mengeluh tentang hafalannya yang buruk kepada gurunya.
Kemudian sang guru menjawab, “Tinggalkanlah maksiat! Karena ilmu itu ibarat
cahaya dan cahaya Allah tidak akan diberikan kepada orang yang berbuat
maksiat”.
Ada satu kisah lagi yang penulis
pinjam dari Buku “Jika Aku Masih Hidup Esok Hari” karya A. Dastghib. Satu kisah
menarik tentang seorang guru yang kemudian buta huruf. Mengapa? Kenapa bisa?
Pertanyaan yang bagus. Jadi begini, dikisahkan sekitar 50 tahun silam, ada
seorang guru yang alim mengajar di Masjid Masyir Al Malik di Kota Syiraz, Iran.
Ia terkenal karena keluasan pengetahuannya, kekuatan hafalannya, dan ketinggian
kedudukannya dalam ilmu dan keutamaan. Suatu pagi, ia bangun. Tiba-tiba saja,
didapati dirinya telah lupa dengan semua hafalannya. Bahkan ketika ia hendak
mendirikan shalat Subuh, ia juga lupa dengan bacaan Surat Al Fatihah. Keadaan
ini terus berlanjut hingga ia meninggal dunia.
Berkenaan dengan ini, Rasulullah
SAW mengingatkan kita bahwa ketinggian dalam tangga ilmu dan makrifat, tidak
dapat dinaiki dengan banyaknya ilmu pengetahuan. Melainkan karena cahaya yang
dimasukkan ke dalam hati siapa saja yang dikehendaki-Nya. Maka tegaslah sudah
bahwa ilmu merupakan cahaya. Satu hal lagi yang perlu dicatat dari kisah di
atas. Bahwa ketika suatu waktu kita lupa dengan ilmu atau hafalan yang sudah
dihafal, maka hakikatnya kita bukan lupa, melainkan di-lupa-kan
oleh Allah. Allah lah yang membuat kita lupa. Karena hanya Allah sang
pemilik ilmu. Dia lah Sang Pemilik Cahaya. Bukan kita!
Kembali ke awal bahwa,“Barang
siapa bertambah cahaya ilmunya tapi tidak bertambah cahaya hidayah, niscaya ia
hanya sedang berjalan semakin jauh dari Allah”. Lalu setelah kita dianugerahi
cahaya Ilmu-Nya, bagaimanakah cara agar kita mendapatkan dua cahaya sekaligus?
Yakni cahaya Hidayah-Nya? Maka salah satu upaya yang bisa kita lakukan adalah
mengikuti nasehat guru Imam Syafi’i. Yakni meninggalkan maksiat. Agar cahaya ilmu
yang telah Allah anugerahkan kepada kita tidak berubah menjadi pekat oleh
maksiat. Juga tidak ternoda karena tumpukan dosa.