Selasa, 01 November 2016

Semua Dibolak-balik


Jangan terbalik! Melukai hati umat Islam, tidak sama seperti kamu menginjak ekor kucing yang memberontak lalu pergi memaafkan. Atau bahkan sebenarnya tidak memaafkan, kucing itu hanya bisa merasa nyeri sembari berharap sembuh sendiri. Melukai hati umat Islam, hanya akan membuat seseorang itu jatuh pada perkara yang tidak akan ada habisnya. Itu sama dengan kamu menggali lubang luka yang abadi. Ia akan tinggal dan mengendap di kepala; sulit untuk dibersihkan dari ingatan.

Lihatlah Tanggal 4 November 2016 akan menjadi hari kebangkitan umat Islam. Kenapa memakai kata “lihatlah”? Karena sungguh, Bapak Gubenur DKI (yang sudah tidak aktif lagi) hatimu tidak akan pernah bisa merasakan cedera hati kami. Memintamu untuk melihat saja (sebenarnya) itu tidak cukup membayar luka. Apalagi ditambah pemerintah yang diam saja (begitu)? Itu sungguh sangat melukai luka. Ayolah ini bukan sidang Jessica harus sampai puluhan kali sampai vonis. Harus berapa kali lagi kami turun, menunggu massa yang lebih besar kah? Di semua penjuru sudah merasa gerah, dimana sesungguhnya mau diletakkan keadilan jika para pemimpin sudah tak mau lagi  mendengarkan.    

Mungkin Bapak Presiden ada di pihakmu. Beliau hanya mengatakan, “Boleh saja demo, yang penting jangan merusak dan anarkis”. Tolong Bapak Presiden Terhormat jangan menyeret bangsa kepada pemahaman yang salah mengenai anarkis, bahwa anarkis yang paling anarkis ialah pemerintah yang tidak berpihak kepada bangsa. Tahukah yang kami tunggu dengan penuh haru ketika Bapak Presiden Terhormat berani berbicara? Kami berharap ia mengatakan bahwa menghina kitab suci Al Quran adalah penghinaan keras #TangkapAhok. Oh! ternyata itu hanya mimpi kami di siang bolong.

Merasa terhina; seperti kami dianggap anak-anak yang dinasehati bapaknya, “Boleh main dengan landak berduri asal jangan disakiti landaknya”. Logikanya, siapa yang dilukai dan siapa yang melukai. Jangan terbalik! Padahal telah berkali-kali tubuh anaknya terluka karena durinya, menangis dan mengadu, ayahnya masih saja bilang, “Boleh main dengan landak berduri asal jangan disakiti landaknya”. Semua dibolak-balik.

Menanti tanggal 4 November, lebih dirindukan saat ini. Dirindukan oleh media-media yang ikut merasakan luka, juga media-media yang tidak paham apa itu luka. Menariknya, orang yang harusnya ikut sakit, justru picik. Satu media tayangkan ratus ribu massa aksi, media lainnya menyoroti satu sampah plastik yang tertinggal setelah aksi. Sudah nampak semuanya terbalik. Pihak yang tersakiti selain dianggap mengganggu keamanan, sekarang dianggap pula kami radikal dan garis keras. Sungguh itu sangat melukai luka.

Lucu sekali, nanti (katanya) akan diturunkan aparat keamanan banyak sekali. Dan sekali-kali bolehlah tertawa miris melihat Negara ini. Rakyat dianggap berbahaya. Pemimpin dzalim seperti mutiara yang terus dijaga. Sudahlah, umat Islam sudah terlalu banyak disakiti. Kepada media, tolonglah jangan disoroti lagi orang-orang yang tidak mengerti apa itu luka. Yang mengatakan kami ancaman, yang mengatakan kami radikal. Sungguh itu sangat melukai luka yang sudah terluka lalu dilukai lagi.

Selasa, 27 September 2016

Berhenti Menghina Perasaanmu Sendiri



Menyangkal apa yang dikatakan orang lain itu sangat menyusahkan. Bagi sebagian orang akan memilih cuek ketika keadaan sekitar hanya  bisa memojokkan. Bukan soal yang kuat bertahan dan yang lemah tersingkirkan; namun ayolah yang tahu persis diri kita adalah kita. Bukan anda, dia atau mereka.

Mengharapkan penilaian yang baik dari orang ketika kamu tahu nilaimu belum baik, itu sama saja kamu tertawa pura-pura, saat kamu berada dalam dasar luka. Bagi saya tak ada yang lebih menyenangkan dari menjadi diri sendiri di hadapan semua orang. Bahkan di hadapan Tuhan-ku senyumku adalah senyum, marahku adalah marahku. Tidak pernah membungkus sakit dengan tertawa. Atau membungkus tangis dengan senyum manis. Kemasannya memang terlihat baik. Tapi ingatlah tak ada yang lebih menyakitkan di dunia ini dari mengemas luka dengan kemasan tawa.

Katakan pada dirimu sendiri bahwa hal itu menghina! Kamu menghina perasaanmu sendiri hanya demi penilaian orang lain yang tidak mengerti. Mereka bahkan tak mengerti arti jeritan dalam diam. Lalu untuk apa kita diam ketika kita betul-betul ingin menjerit. Jangan palsukan sebuah senyum yang bahkan Nabi menghargai senyuman sebagai satu sedekah. Jangan palsukan sebuah ramah tamah yang bahkan Nabi ajarkan kepada kita sebagai akhlakul karimah.

Tertawalah pada hal-hal yang memang pantas kita tertawakan. Jangan tertawa pada saat semua orang menangis, bahkan di saat itu orang tak pantas untuk tersenyum manis. Lalu jangan menangis ketika orang lain bahagia, jangan tersenyum sinis kepada  mereka yang sedang gembira. Ketahuilah ketika kita menderita saat yang lain tersenyum bahagia, kamu betul-betul harus memeriksa setiap jengkal hati yang mungkin sudah tertempel noda.

Perjalanan hidup biarlah menjadi perjalanan hidup. Tapi perasaan yang Tuhan anugerahkan untuk kita jangan pernah dipalsukan. Segala sesuatu yang palsu itu sangat menyakitkan. Itu sebuah kejahatan batin yang paling jahat. Tumbuhlah menjadi seorang yang jujur dengan perasaan yang jujur. Milikilah sebuah ketulusan; sampai kamu betul-betul memilikinya. Jika lelah mendapatkan ketulusan, teruslah kejar sampai rasa lelah itu lelah mengikutimu. Belajarlah ketulusan dan belajarlah menjadi orang yang tulus. Jangan pernah berpura-pura demi sebuah penilaian; Tuhan akan sangat membenci itu, kawan. J

Pages - Menu