Selasa, 23 Desember 2014

Banyak Bertanya Sesat Di Jalan?


Kurang lebih 14 abad yang lalu, Rasulullah SAW sudah mengingatkan kita dalam sebuah hadits:  “Sesungguhnya Allah meridhai kalian pada tiga perkara dan membenci kalian pada tiga pula. Allah meridhai apabila kalian hanya menyembah Allah semata dan tidak mempersekutukannya serta berpegang teguh pada tali (agama) Allah seluruhnya dan janganlah kalian berpecah belah. Dan Allah membenci kalian bila kalian suka “qila wa qala” (berkata tanpa berdasar), banyak bertanya (yang tidak bermanfaat) serta menyia-nyiakan harta.” Diriwayatkan oleh Muslim hadits no. 1715. Hadits tentang tiga perkara yang dibenci ini juga diriwayatkan oleh Imam Bukhari dari Mughirah hadits no.2408 dan diriwayatkan juga oleh Muslim. (Sumber: Almanhaj.or.id).

Aku teringat tentang kata-kata seseorang (sebut saja ia Mawar) hehe. Dia bilang,“Jangan banyak bertanya, nanti kita sama aja kayak Bani Israil”. #Jleb. Di sisi otak yang lain kita dicekoki peribahasa sejak SD, kalau malu bertanya itu akan sesat di jalan. Akhirnya kita dilema mau milih yang mana. Imbasnya, di kelas atau di majelis ilmu kita hanya bisa manggut-manggut. Hanya ada dua arti antara mengerti dengan isyarat kepala mengangguk atau manggut-manggut karena mengantuk. Bertanya itu bukan sebuah aib. Justru itu adalah dorongan kesemangatan seseorang dalam kebaikan. Sesungguhnya bertanya itu sikap yang mulia. Buktinya, dulu para sahabat sering bertanya banyak hal tentang masalah agama kepada Rasulullah SAW. Bertanya itu pekerjaan mulia. Dalam tanda kutip, bertanya untuk mengambil manfaat. Bukan bertanya untuk riya. Bukan bertanya dengan niat menjatuhkan. Bertanya karena mencari kebenaran, bukan mencari segala pembenaran. Nah..! Digaris bawahi dan ditulis tebal ya. J

O..ya. Bani Israil. Tentang Bani Israil yang hobinya nanya. Aku setuju kepada Ustadz Salim A. Fillah dalam bukunya “Saksikan Bahwa Aku Seorang Muslim” yang mengatakan bahwa  mereka (Bani Israil) itu gak cuma hobi nanya. Tapi bawel. Cerewet. (Masih mendinglah quote-quote cinta zaman sekarang yang menyatakan kalau cewek yang bawel binti cerewet itu sebenernya setia kalau udah sayang). Hehe *abaikan. Nah ini lebih parah. Cerewetnya mereka, Allah firmankan dalam Al Quran untuk alasan I’tibar dan agar kita dapat mengambil hikmahnya. Mereka itu rewel atau cerewet mulai dari soal makan. Seperti yang Allah firmankan dalam Surat Al Baqarah ayat 61. Sampai menjadi kufur dan mengingkari Nabinya (Q.S.Al Baqarah: 55). Mereka juga banyak bertanya (Q.S. Al Baqarah 68).

So gimana ya kalau konteksnya itu anak-anak kecil yang doyan nanya? Kayak gambar di atas ononoo….Gak mungkin juga anak-anak yang lagi imutnya gitu kita samakan dengan Bani Israil. Dalam pola perkembangan otak,  memang pada sebagian anak bisa menimbulkan sikap kritis. Dan itu sah-sah saja. Banyak bertanya disini, kita bertanya pada hal-hal yang sudah jelas, apalagi kalau jawabannya sudah diatur di dalam Al Quran dan Hadits. Jangan salah kawan. Dalam bertanya kita juga punya adab-adabnya. Biarkanlah saya menculik sedikit ilmu Syaikh Shalih Bin Abdul ‘Aziz Alu Syaikh -hafizhahullah- tentang adab bertanya. Diantaranya adalah:

Pertama, salah satu adab yang mesti diperhatikan oleh penanya adalah bertanya dengan pertanyaan yang jelas dan tidak samar, dengan kata-kata yang lugas dan tidak putar-putar yaitu menjelaskan duduk permasalahan sebelum bertanya. Kedua, adab lain yang perlu diperhatikan oleh penanya adalah tidak bertanya tentang sesuatu yang sudah ia ketahui jawabannya. Sebagian penuntut ilmu, atau orang yang sudah bisa menelaah masalah, terkadang sudah pernah menelaah sebuah masalah dan mengetahui pendapat-pendapat para ulama tentang hal tersebut, namun ia datang kepada mufti (penasehat) lalu bertanya. Jika sang mufti menjawab dengan jawaban yang sesuai dengan salah satu pendapat yang ada, namun terdapat pendapat ulama yang berlainan, si penanya berkata: “Apa dalil jawaban anda?“. Jika dalilnya dijelaskan, si penanya pun membantah dalil tersebut, atau ditentang dengan dalil lain, atau ia berkata “Sebagian ulama berkata tidak demikian“, atau semacamnya. Oleh karena itu Allah Ta’ala berfirman: “Bertanyalah kepada ahli dzikir jika engkau tidak tahu”(Q.S An-Nahl: 43)


Jika sudah tahu, jangan bertanya. Karena anda sudah punya ilmunya, dan waktu seorang mufti atau seorang penuntut ilmu itu dapat digunakan untuk kepentingan dan kewajiban lain yang sangat banyak. Sehingga ia dapat menghemat waktu untuk aktifitas yang lainnya. Bedakanlah antara bertanya untuk mengambil manfaat atau untuk mengajari -padahal anda ketika bertanya berarti anda dalam kondisi seseorang yang tidak tahu atau untuk mengajak diskusi.

Terakhir, inilah yang menjadi opsi jawaban dari pertanyan pada judul tulisan ini. Opsi lainnya aku kembalikan kepada para pembaca yang jauh lebih tahu dan mengerti. Aku hanya membagikan apa yang sekiranya bermanfaat. Tidak ada sama sekali niat untuk menyindir siapa pun. *Eh jadi curhat. Oke serius. Apakah banyak bertanya bisa membuat kita sesat di jalan ? Nah! Oleh karena itu, merupakan adab dalam bertanya adalah tidak bertanya kepada lebih dari satu orang alim untuk satu pertanyaan, karena dapat berakibat membuang-buang waktu orang alim. Dan selanjutnya dapat menyebabkan penanya kebingungan. Kebanyakan mereka berkata: “Saya sudah lelah bertanya namun masih bingung. Mufti A berkata demikian, Mufti B berkata demikian“. Kita katakan: “Anda yang salah dari awal. Karena anda bertanya kepada lebih dari satu orang alim. Tanyalah kepada orang alim yang anda percayai keilmuannya dan kebagusan agamanya. Ambillah fatwanya dan anda pun tidak ada beban lagi di hadapan Allah. Karena yang Allah perintahkan kepada anda adalah bertanya kepada ahli dzikir, dan anda telah melaksanakannya. Janganlah menambah-nambah beban bagi diri anda”.

“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu menanyakan (kepada Nabimu) hal-hal yang jika diterangkan kepadamu akan menyusahkan kamu dan jika kamu menanyakan di waktu Al Quran itu diturunkan, niscaya akan diterangkan kepadamu, Allah memaafkan (kamu) tentang hal-hal itu. Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyantun.”(Q.S Al Maaidah: 101).

Maha Benar Allah dengan segala firman-Nya.
Wallahu ‘Alam Bishawab…


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Pages - Menu