Minggu, 08 Februari 2015

Selamatkan Februari Dari Cengkraman Valentine!


Bismillahirrahmanirrahim..
Dengan mengucapkan puji kepada Tuhanku Yang Maha Kasih, semoga apa yang kutulis tidak keliru. Atau jika pun keliru, aku berharap ada orang yang bersedia mengoreksi sehingga apa yang aku tulis tidak menjadi dosa jariyah. Aamiin.
                           
Ini Bulan Februari. Tanpa harus aku senggol para pemuda, remaja atau dewasa, aku yakin mereka tahu ada apa dengan bulan kedua Masehi tersebut. Yup. Valentine. Selalu saja bulan ini menjadi bascamp trending topic di hampir semua ranah media sosial. Segelintir orang bahkan dengan frontalnya MENOLAK HARI JAHILIYAH itu. Ada yang memasang gambar dengan tulisan NO VALENTINES DAY CAUSE WE ARE MUSLIM, ada juga yang memakai pameo atau perkataan sarat ejekan, dan lain sebagainya. Dan aku tidak akan membahas  sejarah hari jahiliyah itu disini. Karena jujur, aku menulis ini dengan rasa muak (dengan pemerintah) bercampur miris. Rasanya seperti ketika kau menelan ludah saat gejala batuk. *Sakit. 

Nyatanya? Walau terus diulang-ulang larangan keras itu. Tetap saja masyarakat itu empuk (mengabaikannya). Masuk kuping kanan keluar dari lubang hidung. *Saking tidak sampainya. Kemudian yang lebih parah. Di satu kubu kita berdakwah, tapi kubu lainnya justru meludah. Siapa coba mereka? Umat Islam itu sendiri! Sadarkah, bahwa kita ini sedang berperang dengan saudara seiman kita? Siapa yang bermain film dan sinetron yang dengan santernya menyiarkan (baca: kata mereka) hari kasih sayang itu? Orang kita juga! Orang Islam! Walaupun dalam tanda kutip otaknya wallahu ‘alam.

Aku hanya ingin bertanya kepada diriku sendiri. Se-begini-kah roda dakwah berputar “otomatis” di Negeri tercinta ini? Mengulang dan terus mengulang lagi. Aku tidak bohong jika mengatakan ini nyaris seperti kaset kusut yang diputar berulang-ulang. Kembali ke NOL dan begitulah seterusnya. Tapi, percayalah ini bukan sekedar masalah ecek-ecek, remeh. Tapi sebaliknya, yang jika dibiarkan terus begini lama-lama negeri ini mau jadi apa? *Maaf. Muslim seutuhnya bukan. Karena masih keukeuh ngejar-ngejar barat walau gak kesampaian.

Haruskah kami berteriak setiap tahun hingga kering pita suara ini. Berteriak lagi. Berteriak lagi. Hei, NO VALENTINE DAYS! DO YOU HEAR?!. *Maaf. Jujur capek. Capek usaha kita tak pernah didukung pemerintah. Bayangkan, masih banyak dari kita menjalankan ritual penting RUTIN tersebut tiap tahun. Baiklah, jangan naik pitam dulu aku berkata seperti ini. Karena aku punya alasan. Pertama, izinkanlah aku mengekor pendapat Akmal Sjafril bahwa budaya literasi di Negeri kita itu masih rendah. Buktinya? Banyak. Agenda rutin kita seperti merayakan ritual Tahun Baru Masehi dengan huru-hara pesta, Valentine Day, Hari Ibu, dan lain-lain masih bebas dirayakan. Lalu beramai-ramai kita cekal. Dikira mempan. Tapi masiiiih saja berulang sampai tahun depan. Dan seterusnya tidak ada ujungnya. Seperti yang tadi aku bilang, kembali ke NOL. Kedua, kita tidak punya warisan dari leluhur. Dari presiden pertama sampai ketujuh, kita tidak diwariskan untuk mengutuk hari Raya selain Idul Fitri dan Idul Adha karena tidak adanya referensi dari Nabi. Kalau saja Presiden Indonesia berani seperti ini: “Wahai rakyat Indonesia jangan sekali-kali kita merayakan Tahun Baru Masehi, Hari Valentine dll. Bagi siapa pun yang mendukung atau dengan sengaja menyiarkannya maka akan dikenakan hukum. Karena kita telah membuat peraturan undang-undang tertulis tentang itu. Tok Tok Tok!” Keren gak? Bisa? Pasti bisa! Hey…liriklah sedikit saja Negara yang berani melarang warganya merayakan Valentine seperti Arab Saudi, Pakistan, Malaysia dan banyak lagi.

Tapi dengan kerendahan hati yang amat mendalam. Sungguh aku tidak bermaksud mengejek dirimu semua yang dengan tanpa henti berdakwah. Walau yang kau ajak tarung itu media besar, Walau sasarannya amat sulit melawan film, iklan, sinetron. Yang notabene punya massa yang sangat besar. Mereka adalah para remaja dan anak-anak yang tidak tahu dan sukanya ikut-ikutan. Jika kau diam? Siapa lagi? Jika satu per satu mulai apatis, keadaan kita akan semakin miris. Apapun caranya yang bisa kau lakukan, maka lakukanlah. Karena kita tak sampai hati hanya menutup telinga sambil menangis menonton berita akibat buruk perayaan Valentine yang masif ini. Korbannya anak-anak, remaja. Dan tentu kita tidak mau semua itu terjadi pada saudara dan keluarga. Atau jika kau  punya keberanian lebih, nasehatilah pemimpin kita. Ingatkanlah. J. Teruskan dakwah meski diludah. Ingatlah Nabi kita begitu kuat dan sabar mengajak umatnya hingga berdarah-darah. Atau jika yang kau punya hanya pena, maka menulislah. Itu lebih baik lagi. Semoga dapat menjadi media pewarisan ilmu kepada generasi mendatang. Menambah literasi bagi umat. Meningkatkan referensi ilmu kita yang masih rendah. Karena kita tidak mungkin harus terus-menerus kembali ke NOL. Hingga nanti ketika datang lagi Bulan Februari, kita tidak akan membahas lagi “merayakan Valentine boleh gak?”. *Itu namanya gak MOVE ON! 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Pages - Menu