Bismillahirrahmanirrahim..
Dengan mengucapkan puji kepada Tuhanku
Yang Maha Kasih, semoga apa yang kutulis tidak keliru. Atau jika pun keliru,
aku berharap ada orang yang bersedia mengoreksi sehingga apa yang aku tulis
tidak menjadi dosa jariyah. Aamiin.
Ini Bulan Februari. Tanpa harus
aku senggol para pemuda, remaja atau dewasa, aku yakin mereka tahu ada apa
dengan bulan kedua Masehi tersebut. Yup. Valentine. Selalu saja bulan ini
menjadi bascamp trending topic di hampir semua ranah media sosial. Segelintir
orang bahkan dengan frontalnya MENOLAK HARI JAHILIYAH itu. Ada yang memasang
gambar dengan tulisan NO VALENTINES DAY CAUSE WE ARE MUSLIM, ada juga yang
memakai pameo atau perkataan sarat ejekan, dan lain sebagainya. Dan aku tidak
akan membahas sejarah hari jahiliyah itu
disini. Karena jujur, aku menulis ini dengan rasa muak (dengan pemerintah)
bercampur miris. Rasanya seperti ketika kau menelan ludah saat gejala batuk. *Sakit.
Nyatanya? Walau terus
diulang-ulang larangan keras itu. Tetap saja masyarakat itu empuk
(mengabaikannya). Masuk kuping kanan keluar dari lubang hidung. *Saking tidak
sampainya. Kemudian yang lebih parah. Di satu kubu kita berdakwah, tapi kubu
lainnya justru meludah. Siapa coba mereka? Umat Islam itu sendiri! Sadarkah,
bahwa kita ini sedang berperang dengan saudara seiman kita? Siapa yang bermain
film dan sinetron yang dengan santernya menyiarkan (baca: kata mereka) hari
kasih sayang itu? Orang kita juga! Orang Islam! Walaupun dalam tanda kutip
otaknya wallahu ‘alam.
Aku hanya ingin bertanya kepada
diriku sendiri. Se-begini-kah roda dakwah berputar “otomatis” di Negeri
tercinta ini? Mengulang dan terus mengulang lagi. Aku tidak bohong jika
mengatakan ini nyaris seperti kaset kusut yang diputar berulang-ulang. Kembali
ke NOL dan begitulah seterusnya. Tapi, percayalah ini bukan sekedar masalah
ecek-ecek, remeh. Tapi sebaliknya, yang jika dibiarkan terus begini lama-lama
negeri ini mau jadi apa? *Maaf. Muslim seutuhnya bukan. Karena masih keukeuh
ngejar-ngejar barat walau gak kesampaian.
Haruskah kami berteriak setiap
tahun hingga kering pita suara ini. Berteriak lagi. Berteriak lagi. Hei, NO
VALENTINE DAYS! DO YOU HEAR?!. *Maaf. Jujur capek. Capek usaha kita tak pernah
didukung pemerintah. Bayangkan, masih banyak dari kita menjalankan ritual
penting RUTIN tersebut tiap tahun. Baiklah, jangan naik pitam dulu aku berkata
seperti ini. Karena aku punya alasan. Pertama, izinkanlah aku mengekor
pendapat Akmal Sjafril bahwa budaya literasi di Negeri kita itu masih rendah.
Buktinya? Banyak. Agenda rutin kita seperti merayakan ritual Tahun Baru Masehi
dengan huru-hara pesta, Valentine Day, Hari Ibu, dan lain-lain masih bebas
dirayakan. Lalu beramai-ramai kita cekal. Dikira mempan. Tapi masiiiih saja
berulang sampai tahun depan. Dan seterusnya tidak ada ujungnya. Seperti yang
tadi aku bilang, kembali ke NOL. Kedua, kita tidak punya warisan dari
leluhur. Dari presiden pertama sampai ketujuh, kita tidak diwariskan untuk
mengutuk hari Raya selain Idul Fitri dan Idul Adha karena tidak adanya referensi
dari Nabi. Kalau saja Presiden Indonesia berani seperti ini: “Wahai rakyat
Indonesia jangan sekali-kali kita merayakan Tahun Baru Masehi, Hari Valentine
dll. Bagi siapa pun yang mendukung atau dengan sengaja menyiarkannya maka akan
dikenakan hukum. Karena kita telah membuat peraturan undang-undang tertulis
tentang itu. Tok Tok Tok!” Keren gak? Bisa? Pasti bisa! Hey…liriklah sedikit
saja Negara yang berani melarang warganya merayakan Valentine seperti Arab
Saudi, Pakistan, Malaysia dan banyak lagi.
Tapi dengan kerendahan hati yang
amat mendalam. Sungguh aku tidak bermaksud mengejek dirimu semua yang dengan
tanpa henti berdakwah. Walau yang kau ajak tarung itu media besar, Walau
sasarannya amat sulit melawan film, iklan, sinetron. Yang notabene punya massa
yang sangat besar. Mereka adalah para remaja dan anak-anak yang tidak tahu dan
sukanya ikut-ikutan. Jika kau diam? Siapa lagi? Jika satu per satu mulai
apatis, keadaan kita akan semakin miris. Apapun caranya yang bisa kau lakukan,
maka lakukanlah. Karena kita tak sampai hati hanya menutup telinga sambil menangis
menonton berita akibat buruk perayaan Valentine yang masif ini. Korbannya
anak-anak, remaja. Dan tentu kita tidak mau semua itu terjadi pada saudara dan
keluarga. Atau jika kau punya keberanian
lebih, nasehatilah pemimpin kita. Ingatkanlah. J. Teruskan dakwah meski diludah.
Ingatlah Nabi kita begitu kuat dan sabar mengajak umatnya hingga
berdarah-darah. Atau jika yang kau punya hanya pena, maka menulislah. Itu lebih
baik lagi. Semoga dapat menjadi media pewarisan ilmu kepada generasi mendatang.
Menambah literasi bagi umat. Meningkatkan referensi ilmu kita yang masih
rendah. Karena kita tidak mungkin harus terus-menerus kembali ke NOL. Hingga
nanti ketika datang lagi Bulan Februari, kita tidak akan membahas lagi “merayakan
Valentine boleh gak?”. *Itu namanya gak MOVE ON!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar