Jika saja, aku tahu kapan matahari kembali ke peraduannya. Saat
langit mulai memerah. Tapi aku hanya tahu tanda-tandanya lewat rambutmu yang
mulai bercahaya putih cerah.Dan senja semakin dekat. Juga wajahmu yang semakin lekat
dalam hatiku yang masih pengap. Gegap gempita membutuhkan sinar dari wajahmu
yang berbinar.
Bagaimana bisa aku tak mengingatmu. Sedang hanya namamu yang
begitu kuat merobek hatiku begitu dalam. Pahatannya begitu jelas dan selalu
terang. Kau satu-satunya yang paling aku sayang.
Sampai saat ini, sudah setengah abad lebih kau menemaniku.
Bahkan itu tak pernah cukup untukku. Aku bahkan pernah meminta kepada Tuhan.
Agar Dia tak menyuruhmu pulang sebelum aku yang lebih dahulu pulang. Aku tak
mengerti kenapa Tuhan memberiku sesosok malaikat yang begitu istimewa dalam
hidupku, lalu Dia akan mengambilnya lagi sewaktu-waktu.
Bagaimana bisa aku tak mengingatmu. Bahkan aku belum bisa
mengusap setiap peluh yang basah di kulitmu. Melukiskan sebuah sabit manis di
bibirmu.Tapi apa? Aku beranjak dewasa terlalu cepat hingga wajahmu keburu
bergurat.
Di ujung senja tanpa roda yang bisa berputar ke semula. Aku
titipkan sajak doa untuk umi tercinta.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar