Sabtu, 06 September 2014

Di Ujung Senja

Jika saja, aku tahu kapan matahari kembali ke peraduannya. Saat langit mulai memerah. Tapi aku hanya tahu tanda-tandanya lewat rambutmu yang mulai bercahaya putih cerah.Dan senja semakin dekat. Juga wajahmu yang semakin lekat dalam hatiku yang masih pengap. Gegap gempita membutuhkan sinar dari wajahmu yang berbinar.

Bagaimana bisa aku tak mengingatmu. Sedang hanya namamu yang begitu kuat merobek hatiku begitu dalam. Pahatannya begitu jelas dan selalu terang. Kau satu-satunya yang paling aku sayang.

Sampai saat ini, sudah setengah abad lebih kau menemaniku. Bahkan itu tak pernah cukup untukku. Aku bahkan pernah meminta kepada Tuhan. Agar Dia tak menyuruhmu pulang sebelum aku yang lebih dahulu pulang. Aku tak mengerti kenapa Tuhan memberiku sesosok malaikat yang begitu istimewa dalam hidupku, lalu Dia akan mengambilnya lagi sewaktu-waktu.

Bagaimana bisa aku tak mengingatmu. Bahkan aku belum bisa mengusap setiap peluh yang basah di kulitmu. Melukiskan sebuah sabit manis di bibirmu.Tapi apa? Aku beranjak dewasa terlalu cepat hingga wajahmu keburu bergurat.


Di ujung senja tanpa roda yang bisa berputar ke semula. Aku titipkan sajak doa untuk umi tercinta. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Pages - Menu