Jumat, 05 September 2014

Tradisi VS Syar'i


“Demi Allah Abu Thalhah, orang sepertimu tidak akan ditolak (jika melamar wanita). Akan tetapi kamu seorang kafir sedangkan aku seorang muslimah. Tidak halal bagiku menikahimu. Namun jika kamu masuk Islam, maka demikian dapat menjadi maharku. Dan aku tidak meminta selain itu.” Kata Ummu Sulaim kepada Abu Thalhah yang hendak meminangnya. J

Bismillah, sebelumnya saya akan coba menjelaskan arti dari mahar itu sendiri. Mahar atau yang kita kenal dalam masyarakat adalah mas kawin. Ialah harta yang diberikan oleh pihak mempelai laki-laki (atau keluarganya) kepada mempelai perempuan (atau keluarganya) pada saat pernikahan. Jumlah mahar itu sendiri adalah sesuai kesepakatan antara kedua pihak dan wali. Adapun hak bagi perempuan untuk menolak dan menerima mahar yang ditawarkan oleh sang pria. Secara syar’i, mahar adalah syarat sahnya sebuah pernikahan. Mahar bukanlah atas harga diri seorang wanita, karena wanita sama sekali tidak pernah menjual dirinya dengan mahar. Melainkan ia adalah syariat agama, penghormatan seorang pria kepada calon istrinya, dan akan menjadi tanggung jawab kepada Allah kelak nanti.

Tapi..terkadang tradisi kita lah yang selalu melawan syar’i.
Tradisi kita memberi teladan. Bahwa apa yang disebut pernikahan adalah pesta sehari semalam. Bahkan ada yang sampai semalam suntuk dimeriahkan oleh penyanyi dangdut.

Tradisi kita memberi teladan. Bahwa (jika) tidak ada tenda-tenda megah yang terpasang. Hanya ada akad nikah yang sederhana oleh sepasang adam hawa yang menyimpulkan cinta. Maka saling berbisiklah para tetangga kiri-kanan, “Kecelakaan ya?” *(Alias, sudah hamil duluan?)

Tradisi kita memberi teladan. Bahwa seberuntung-beruntungnya wanita ialah yang sangat besar mas kawinnya. Benarkah? Bisa jadi. Keliru? Mungkin.

Tradisi kita lagi-lagi memberi teladan. Laki-laki yang mapan adalah yang ber-uang. Berduit. *Kata orang sih ber-wibawa. Wi..bawa mobil mewah, wi..bawa uang banyak, wi…bawa moge*motor gede. Seperti itukah? Boleh jadi, boleh tidak.

Tradisi kita memberi teladan lagi. Bahwa sang putri yang dinikahkan haruslah dengan pria yang sudah punya pekerjaan yang tetap. *Syukur-syukur seorang Pegawai Negeri Sipil. Itu sungguh prestasi yang cukup membanggakan bagimu wahai pria dihadapan camer. *calon mertua.

Oh…Sepelik itukah menyempurnakan agama?

Padahal Rasulullah SAW pernah mengatakan, bahwa sebaik-baik wanita ialah yang paling murah, mudah, dan ringan mas kawinnya serta baik akhlaknya.Tidak sedikit wanita yang menolak lamaran seorang pria hanya karena mas kawin (yang menurutnya sedikit) padahal sebenarnya lebih dari cukup untuk ukuran orang berduit. Ah masa ada? Ya, apa yang tidak ada di zaman sekarang ini?

Tapi tenanglah, masih ada orang normal di dunia ini. Buktinya,si Fulanah teman saya, ia bisa dihalalkan oleh calon suaminya, walau dengan mahar yang terbilang sangat cukup dan tidak mewah sama sekali. Oh..apa kata orang? Kecil-kecilan itu berarti hamil duluan? Peduli sekali apa kata orang…Yang penting tidak melanggar aturan dan kita senang. Bukankah begitu? J

Lalu apa kata perempuan? Ada yang bilang,
“Seratus juta itu kurang untuk mengadakan pesta pernikahan.” *Akhirnya tidak jadi menikah. Sang pria frustasi. Bunuh diri. TAMAT.

Ada juga yang bilang, “Aku tidak mengharapkan pesta yang istimewa. Kue pernikahan yang tingginya hampir ke atap. Resepsi mewah di gedung-gedung “wah”. Gaun yang menjuntai di atas karpet merah. Atau mas kawin mobil dan rumah mewah. Aku hanya memimpikan, pernikahan yang sederhana. Dimana cinta yang tersimpul di hari itu, akan kekal abadi hingga akhir waktu.” *Ada yang salah? J

Hingga pada akhirnya akan tercipta pertandingan persahabatan antara tradisi vs syar’i. Semua tergantung kesadaran kita masing-masing. Menikahlah atas dasar agama. Bukan hanya atas dasar rupa, tahta, cinta, apalagi harta yang tiada kekal dibawa ke akhirat sana.

Hm..ternyata ada satu perempuan lagi yang bilang,
“Menikah itu sekali seumur hidup, aku memimpikan pernikahan yang istimewa nan megah. Manis untuk aku kenang kelak. Mengundang teman-teman lama, saudara-saudara nan jauh disana. Mengajak mereka untuk tenggelam bersama dalam lautan kebahagiaanku. Hingga basah pipiku oleh haru biru yang Allah berikan di hari itu.” *Ada yang salah dengan perempuan seperti itu wahai pria? J

Oh..jangan pernah mengatakan kami ini mata duitan. Karena bagi perempuan segala sesuatunya harus berkesan. *Bukan berarti mahal J

Dan menurutku,  seorang pria selalu mati-matian untuk memperjuangkan orang yang dia sayang.*Pria yang baik maksudku. Maka jika kau pria memang mampu menikah dengan hartamu yang cukup. Tidak ada salahnya membahagiakan calon istrimu kelak dengan mahar dan pesta yang wanita harapkan. *Asal tidak diniatkan untuk menyombongkan diri dan berlebih-lebihan. J

Wallahu ‘Alam Bishawab.



*Mohon jika ada yang keliru, pembaca yang baik hati boleh meluruskan. J


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Pages - Menu