Kamis, 11 September 2014

Menelanjangi Lilin


Apakah dosa lilin sehingga aku tega menelanjanginya di depanmu? Di depan khalayak? *Syuut. Tidak perlu dijawab. Biarkan matamu yang terus menyisir habis seluruh tulisan ini. J *Itu juga kalau sanggup. Kalau gak kuat lambaikan tanganmu ke arah kamera ya. Disini ada kamera. Di sebelah sana juga ada. Di ujung sana ada kamera. Selamat anda masuk ke acara kami, “Keennaa Deeh”. Hhe. *Gigit bantal.

Membicarakan seseorang dihadapan orang banyak, menurutku kau hanya sedang melucuti pakaiannya hingga ia layaknya orang yang telanjang. Suka kah jika ada seseorang yang melakukan hal itu terhadapmu? Tentu saja tidak. Karena kita manusia. Bukan kucing. Bukan binatang.

Itu sebab kenapa aku memilih kata “menelanjangi” pada tulisan ini. *Biar lebih greget. Karena aku akan mengajakmu untuk lebih tahu tentang lilin. Ya. Aku akan membicarakan banyak hal tentang lilin.*Eh? Sedikit sih. Tepatnya, menelanjanginya di depanmu.*Please jangan bilang gak penting dulu.*OKE. Serius. Serius. Serius.

Siapa penemu lilin? Hayo jawab..Hhe..Udah kayak cerdas cermat waktu di SD ya. Oke kalau itu terlalu sulit, kita ganti ke pertanyaan selanjutnya. Berapa harga lilin di warung terdekatmu? Pilihan hanya ada dua ya. Kamu bisa pilih tirai atau kotak. *Hm? Susah juga tah? Oke next. Ada berapa lilin dalam satu pack yang biasa kamu beli? Tentu kalau kamu lagi iseng sempetlah ya..itung-itung.*Oh, gak pernah ya? Atau pernah gak sih waktu kecil kalau liat cairan lilin yang meleleh, yang udah kering di lantai, terus kamu korek-korek pake jari kamu ampe bersih? *Apa masa kecilku doang ya, yang seperti itu?*Glek. 

Oh oh oh aku tau aku tau..Apa kebiasaan kamu sama temen kamu kalau liat lilin nyala, jari telunjuk kamu menampar-nampar api?. Terus dengan merasa hebatnya *sok dewasa, kamu bilang, “gak panas” *ya iyalah orang gerakan tangan kamu cepet banget. Bener seperti itukah kamu dulu? Appah? Pertanyaan semudah ituh gak bisa jawab juga?*Jangan bilang masa kecil kamu terlalu disibukkan mencari huruf “N” di bungkus permen karet YOSAN? Hm..Oke oke tetap tenang di tempat. Masih ada pertanyaan terakhir. Terbuat dari apakah lilin itu? *Haduuh. Masih gak tau juga ya? Aku juga gak tau. Yuk kita sama-sama cari tau.. J *Assem! Nyesel gue udah baca sejauh ini. *Hiks.

Wait wait wait agan-agan dan aganwatiku yang baik hati. Tenang dan jangan rusuh. Bukan itu yang akan kita bahas. Itu semua jadikan pekerjaan rumah aja ya *bagi yang rajin. Atau biarkan pertanyaan-pertanyaan tadi tetap mengapung dalam pikiranmu. *Hhe.

Kita tahu lilin itu pasti bersahabat dengan api. Ia tak bisa jauh-jauh dari api. Lilin akan kehilngan fungsinya tanpa api. Tidak berguna. Lihatlah ia begitu lemah. Mudah rapuh. Mudah patah. Lalu, coba kamu perhatikan ketika ada api yang melengkapi kehidupannya. Ia dapat menerangi ruang gelap. Walau ia harus mengorbankan dirinya habis meleleh. Ada yang bilang, jadilah seperti sebuah lilin yang tulus memberikan manfaat untuk orang lain walau dirinya sendiri terbakar. Hm..analogi macam apa itu? Tapi mari hargailah sebuah pendapat. J Kalau aku lebih baik jadi lampu aja deh. Hehe..

Aku ingin bertanya kepadamu. *Bukan pertanyaan konyol seperti sebelumnya. 

“Ketika kamu meniup lilin yang menyala dan seketika api itu padam. Lalu kemanakah perginya api itu?”*Please jangan bilang, “Ke hatimuh.”

Aku sempat bertanya pada teman di Fesbuk. Ada yang menjawab ini termasuk Filsafat. Ya. Bisa jadi, karena ini membutuhkan perenungan dan pemikiran yang cukup dalam. Ada yang bilang pergi ke suatu tempat. Ada juga yang menjawab dengan jawaban-jawaban yang unik dan lucu. *Mungkin dia lelah.

Aku setuju dengan sebuah analogi Derry Oktriana Syofiadi dalam bukunya “Selamat Tinggal Tuhanku Aku Perempuan Merdeka”. Disini aku tidak akan membahas isi buku itu. Judulnya memang ganas dan parah. Tapi kapan-kapan kamu coba baca ya.*Don’t Judge The Book By It’s  Cover. Beliau bilang, lilin itu adalah seperti kita. Dan api itu adalah ruh kita. Ketika api pada lilin kita tiup, maka lilin akan mati. Gelap. Tidak ada lagi cahaya. Sama halnya, ketika sewaktu-waktu ruh kita ini ditiup oleh Sang Pemiliknya, Allah. Maka tiadalah berarti raga atau jasad ini tanpa ruh. Seperti lilin tanpa api. Tidak berguna.*Masya Allah. Mungkin itu sebabnya nyaris selalu ada lilin di atas kue ulang tahun kita. (Mungkin) agar kita selalu mengingat akan kematian.*Kita coba ambil sisi positifnya ya.. J

Dan menanggapi pertanyaan, “..Lalu kemanakah perginya api itu?”. Hilang kah? Ditelan angin kah? Sungguh hanya Allah Yang Maha Kuasa lah yang Mengetahuinya. Tapi jika kita mencoba mengaitkan dengan opini di awal. Jika api itu ibarat ruh kita. Maka ruh itu akan kembali pada Genggaman-Nya. Kemudian kelak kita akan berkumpul dan dihisab di akhirat. Ya. Kita akan kembali kepada tujuan kita hidup di dunia. Yakni kampung akhirat yang kekal abadi.

“Ketahuilah, bahwa sesungguhnya kehidupan di dunia ini adalah permainan dan suatu yang melelahkan” (QS. Al Hadid: 20).                                                       

“Sedang kehidupan akhirat adalah lebih baik dan kekal.” (QS.Al ‘Alaa: 17).

Lalu tahukah kamu, bahwa lilin dan api pun butuh udara? Ya. Seperti layaknya kita yang butuh bernafas. Ada sebuah penelitian yang mengatakan, ketika kamu menutup lilin yang menyala di dalam gelas yang rapat atau tertutup, maka api itu lama-lama akan padam. Persis kita ya. Bagaimana jadinya jika tiba-tiba nikmat udara yang Allah berikan ini diambil sewaktu-waktu. Tentu kita akan mati bukan?

Ya. Seperti itulah lilin.

Mohon maaf atas segala kesalahan ya. Terima kasih atas segala perhatian. Semoga bermanfaat.
Wassalam.

*Ditulis sesingkat mungkin biar kamu gak kesel dan gak kecapean baca. Maaf ya, kalau tulisan ini sangat menyebalkan. J
                           
Wallahu ‘Alam Bi Shawab.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Pages - Menu